Rabu, 23 November 2011

Jurnalistik dan Pendidikan Karakter

Oleh Dwi Rohmadi Mustofa (Mahasiswa Program Pascasarjana FKIP Unila, Pernah Menjadi Jurnalis)
Sebagian perilaku pelajar yang tampak, dinilai semakin menjauh dari nilai-nilai dan budaya bangsa. Degradasi moral terwujud dalam aksi kekerasan, tawuran, pornografi, dan merosotnya etika. Kasus-kasus semacam ini masih terjadi dan bukan monopoli pelajar di perkotaan. Beberapa waktu terakhir, kasus video mesum dan tindakan asusila bahkan terjadi di sekolah yang tergolong daerah pinggiran.
ADA keprihatinan, kegelisahan, dan gugatan. Ada anggapan pendidikan cenderung hanya menekankan kepada aspek kecerdasan dan mengabaikan aspek lainnya. Institusi sekolah menjadi ujung tombak untuk menangkal perilaku negatif, bahkan hakikatnya untuk membentuk sifat-sifat positif dalam diri siswa.
Kini muncul tuntutan yang menekankan pentingnya pendidikan budaya dan karakter bangsa. Istilah yang dikenal sekarang adalah pendidikan karakter bangsa. Implementasinya melalui pendidikan per sekolah. Ia tidak merupakan materi pelajaran tersendiri, karena merupakan pendidikan nilai yang bersifat pengembangan. Jadi memerlukan waktu yang cukup panjang untuk melihat hasilnya.
Pendidikan karakter melekat pada semua pelajaran dan tindakan pendidikan. Model pendidikan karakter berbeda dengan mata pelajaran. Ia menjadi bagian dari seluruh proses pembelajaran.
Salah satu persyaratan untuk keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter adalah keterampilan guru dan pendidik serta adanya minat dan kemauan dari peserta didik.
Dahulu di sekolah ada pendidikan moral Pancasila, pendidikan sejarah perjuangan bangsa, dan sebagainya yang intinya dimaksudkan membentuk sikap peserta didik sejalan dengan nilai serta budaya bangsa. Akhirnya, diakui menjadikan pendidikan nilai dan moral sebagai mata pelajaran justru terjebak ke ranah kognitif semata-mata. Bukan pada pembentukan sikap dan perilaku peserta didik.
Di antara banyak model dan pendekatan pembelajaran, jurnalistik dapat menjadi pilihan untuk memasukkan nilai-nilai karakter bangsa. Berbagai unsur pendidikan dan pembelajaran dalam jurnalistik menjadi salah satu pilihan dalam pendidikan karakter bangsa.
Memang ada banyak gagasan terkait bagaimana pendidikan moral, budi pekerti, dan etika diterapkan di sekolah. Mulai dari menghidupkan kembali pendidikan moral Pancasila, rekonstruksi pendidikan sejarah perjuangan bangsa, penambahan jumlah jam dan metodologi pembelajaran agama, menghidupkan lagi kegiatan Pramuka sebagai kegiatan wajib, sampai usulan penambahan mata pelajaran baru yang bermuatan tentang moral dan etika, dan sebagainya. Tetapi pemerintah telah mengambil kebijakan untuk menerapkan pendidikan karakter bangsa pada semua sekolah dengan memberikan dukungan pembinaan.
Secara konseptual, pendidikan bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab. Inilah suatu tujuan besar pendidikan.
Pendidikan menekankan pada pembentukan manusia seutuhnya yang mampu mengantisipasi berbagai tantangan di masa datang. Manusia yang berbudaya adalah yang memiliki cita rasa seni, keseimbangan diri dalam hal emosional. Produk pendidikan diharapkan memiliki keseimbangan antara kecerdasan, keterampilan, dan berbudi pekerti luhur. 
Salah satu pintu masuk untuk menanamkan karakter bangsa adalah melalui pendidikan jurnalistik. Ini dapat dilakukan melalui kegiatan ekstrakurikuler maupun integratif dalam pelajaran bahasa. Ekstrakurikuler adalah sarana untuk memberikan tambahan pengetahuan dan keterampilan bagi siswa di mata pelajaran wajib kurikuler. Ia membekali siswa berbagai keterampilan yang di antaranya adalah keterampilan lunak.
Di sinilah pentingnya menyelenggarakan kegiatan yang mampu menggugah jiwa dan semangat pantang menyerah, membangun daya juang, namun tetap menarik minat siswa dan bahkan menjadi ajang menggali dan mengembangkan potensi yang selama ini dimiliki siswa. Jurnalistik dapat menjadi salah satu kegiatan ekstrakurikuler, di samping yang telah ada selama ini. Siswa juga menjadi memiliki pilihan untuk mengembangkan potensi dirinya.
Di beberapa sekolah, telah ada kegiatan majalah dinding, bahkan SMA telah ada radio penyiaran. Survei sederhana menunjukkan bahwa animo siswa untuk mengikuti kegiatan jurnalistik ini cukup tinggi. Ada rasa keingintahuan yang membuncah di kalangan siswa, tentang profesi jurnalis: bagaimana membuat berita, bagaimana menerbitkan koran, bagaimana mendirikan radio, bagaimana membuat program acara televisi yang bermanfaat.
Profesi jurnalis dilihat sebagai profesi yang memiliki prestise, mulia, menjanjikan, dan menarik untuk dilakoni. Di mata siswa, jurnalistik adalah kegiatan penuh tantangan dan menyenangkan. Hal ini dapat memacu mereka untuk berkreasi dan mewujudkan karya jurnalistik.
Hanya memang, di sebagian siswa ataupun sekolah, terdapat keterbatasan-keterbatasan, baik pengetahuan maupun sarana dan prasarana. Permasalahan ini perlu dijembatani atau dilakukan langkah terobosan. Perlu penambahan sumber daya baik fisik maupun sumber daya manusianya. Bisa juga dilakukan kolaborasi dengan institusi atau pihak-pihak lain.
Nilai-nilai jurnalistik bagi siswa selain memberikan bekal keterampilan mengumpulkan informasi, menyusun dan mengelola, sampai menyebarluaskan informasi, juga menanamkan sikap kejujuran, mengungkapkan kebenaran, komunikasi dan interaksi sosial, kesopanan, serta kerja sama dalam tim.
Melalui kegiatan jurnalistik dapat ditanamkan semangat juang pantang menyerah, kreativitas dan inovasi, kesetaraan, serta pluralitas. Semangat kewirausahaan juga terwadahi melalui bagaimana siswa ’’memasarkan’’ ide atau pendapatnya. Siswa juga dibelajarkan bagaimana menghargai karya orang lain dan bagaimana etika dalam menulis.
Siswa juga dibelajarkan bagaimana memfilter informasi yang bermanfaat dan mana saja informasi yang bersifat sampah. Di tengah kemajuan teknologi komunikasi dan banjir informasi, anak-anak rentang menerima informasi yang tidak bermanfaat.
Jurnalistik di sekolah dapat membangkitkan kebanggaan yang menjadi modal untuk terus berprestasi. Karya tulis siswa yang dipajang di majalah dinding dapat menumbuhsuburkan rasa percaya diri serta mendorong untuk terus berkarya lebih baik lagi. Siswa lainnya juga dapat mengambil pelajaran dari mereka yang berkarya.
Secara konseptual, hasil belajar akan lebih bermakna dengan adanya penguatan atau unsur reward baik dari pendidik maupun dari lingkungan. Contohnya, karya tulis siswa yang dipajang di majalah dinding, atau karya puisi yang dibacakan di depan khalayak, atau karya tulis lainnya yang dijadikan bahan diskusi oleh kelompoknya, dan sebagainya, menjadi ’’pemicu dan pemacu’’ kreativitas siswa.
Kemampuan menulis juga dapat dipandang sebagai salah satu gerbang untuk belajar banyak hal; menyampaikan gagasan, keberanian berpendapat, dan kebebasan berekspresi yang harus dilandaskan pada sikap tanggung jawab. Sedangkan kemampuan menulis harus dibarengi dengan kegiatan membaca, yang juga merupakan pintu bagi belajar apa pun.
Secara teknis, dunia penulisan dan jurnalistik memiliki aturan-aturan dan mekanisme sendiri. Inilah yang perlu dikenalkan atau ditanamkan kepada para siswa. Jelas bahwa nilai-nilai jurnalistik dapat mendorong tumbuhnya bibit-bibit kreatif di sekolah yang memiliki semangat wirausaha.
Dunia penulisan adalah dunia kreatif. Suatu tren masa kini yang sangat menghargai kreativitas. Karya tulis yang dihasilkan jurnalis adalah produk kreativitas. Pilihan menjadi jurnalis berarti kesediaan dan kesiapan diri untuk memasuki dunia kreatif.
Minat menjadi jurnalis di kalangan generasi muda seiring dengan kian berkembangnya industri media massa. Gerakan reformasi di akhir 1990-an telah mendorong terwujudnya kebebasan mengemukakan pendapat yang dibarengi dengan tumbuhnya industri media massa, baik cetak maupun elektronik. Akhirnya, profesi jurnalistik cukup menjanjikan sebagai salah satu pilihan generasi muda di masa datang. Dunia penerbitan dan penyiaran juga membutuhkan kader-kader profesional yang diawali dari pendidikan di bangku sekolah. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar