Senin, 14 November 2011

MENGEMBANGKAN MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH

Oleh Trianto, S.Pd., M.Pd
Guru MAN Surabaya, DLB IAIN Sunan Ampel Surabaya dan DTY Unsuri Surabaya

AbstrakSeringkali dalam pembelajaran di sekolah, siswa hanya menghafal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki. Sebagian besar siswa kurang mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dimanfaatkan/diaplikasikan pada situasi baru. Untuk itu diperlukan menemukan cara yang terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan sehingga siswa dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep tersebut. Model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata. Pelaksanaan pengajaran berdasarkan masalah yaitu (1) tugas-tugas perencanaan, (2) tugas interaktif, (3) lingkungan belajar dan tugas-tugas manajemen, (4) asesmen dan evaluasi.
Kata Kunci: Model Pembelajaran, Pembelajaran Berdasarkan masalah.


Pendahuluan
Banyak kritik yang ditujukan pada cara guru mengajar yang terlalu menekankan pada penguasaan sejumlah informasi/konsep belaka. Penumpukan informasi/konsep pada subjek didik dapat saja kurang bermanfaat bahkan tidak bermanfaat sama sekali kalau hal tersebut hanya dikomunikasikan oleh guru kepada subjek didik melalui satu arah seperti menuang air ke dalam sebuah gelas (Rampengan dalam Trianto, 2007: 65). Tidak dapat disangkal, bahwa konsep merupakan suatu hal yang sangat penting, namun bukan terletak pada konsep itu sendiri, tetapi terletak pada bagaimana konsep itu dipahami oleh subjek didik. Pentingnya pemahaman konsep dalam proses belajar mengajar sangat mempengaruhi sikap, keputusan, dan cara-cara memecahkan masalah. Untuk itu yang terpenting terjadi belajar yang bermakna dan tidak hanya seperti menuang air dalam gelas pada subjek didik.

Kenyataan di lapangan siswa hanya menghafal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki. Lebih jauh lagi bahkan siswa kurang mampu menentukan masalah dan merumuskannya. Berbicara mengenai proses pembelajaran dan pengajaran yang sering membuat kita kecewa, apalagi dikaitkan dengan pemahaman siswa terhadap materi ajar. Walaupun demikian kita menyadari bahwa ada siswa yang mampu memiliki tingkat hafalan yang baik terhadap materi yang diterimanya, namun kenyataan mereka sering kurang memahami dan mengerti secara mendalam pengetahuan yang bersifat hafalan tersebut (Depdiknas 2002 : 1).

Menurut Arends (1997: 243): “It is strange that we expect students to learn yet seldom teach then about learning, we expect student to solve problems yet seldom teach then about problem solving”, yang berarti dalam mengajar guru selalu menuntut siswa untuk belajar dan jarang memberikan pelajaran tentang bagaimana siswa untuk belajar, guru juga menuntut siswa untuk menyelesaikan masalah, tapi jarang mengajarkan bagaimana siswa seharusnya menyelesaikan masalah.

Persoalan sekarang adalah bagaimana menemukan cara yang terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan sehingga siswa dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep tersebut. Bagaimana guru dapat berkomunikasi baik dengan siswanya. Bagaimana guru dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari seluruh siswa, sehingga dapat mempelajari berbagai konsep dan cara mengaitkannya dalam kehidupan nyata.

Model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata. Misalnya suatu fenomena alam, mengapa tongkat seolah-olah kelihatan patah saat dimasukkan dalam air?, mengapa uang logam yang diletakkan dalam sebuah gelas kosong jika dilihat pada posisi tertentu tidak kelihatan tetapi saat diisi air menjadi kelihatan?. Dari contoh permasalahan nyata jika diselesaikan secara nyata, memungkinkan siswa memahami konsep bukan sekedar menghafal konsep (Trianto, 2007: 67).

Meminjam pendapat Bruner (Slavin dalam Nur, 2002: 5), bahwa berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Suatu kosekuensi logis, karena dengan berusaha untuk mencari pemecahan masalah secara mandiri akan memberikan suatu pengalaman konkret, dengan pengalaman tersebut dapat digunakan pula memecakan masalahan-masalah serupa, kerena pengalaman itu memberikan makna tersendiri bagi peserta didik.

Hakekat Pengajaran Berdasarkan MasalahPengajaran berdasarkan masalah telah dikenal sejak zaman John Dewey, yang sekarang ini mulai diangkat sebab ditinjau secara umum pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang otentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Menurut Dewey (dalam Sudjana 2001: 19) belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dengan respons, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberi masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik.

Menurut Arends (1997), pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan ketrampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Model pembelajaran ini juga mengacu pada model pembelajaran yang lain, seperti “pembelajaran berdarkan proyek (project-based instruction)”, “pembelajaran berdasarkan pengalaman (experience-based instruction)”, “belajar otentik (authentic learning)” dan “pembelajaran bermakna (anchored instruction)”.
Menurut Arends (2001: 349), berbagai pengembang pengajaran berdasarkan masalah telah memberikan model pengajaran itu memiliki karakteristik sebagai berikut (Krajcik, 1999; Krajcik, Blumenfeld, Marx, & Soloway, 1994; Slavin, Maden, Dolan, & Wasik, 1992, 1994; Cognition & Technology Group at Vanderbilt, 1990).

1. Pengajuan pertanyaan atau masalah. Bukannya mengorganisasikan di sekitar prisip-prinsip atau ketrampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu.
2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, ilmu-ilmu sosial), masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran. Sebagai contoh, masalah polusi yang dimunculkan dalam pelajaran di teluk Chesapeake mencakup berbagai subyek akademik dan terapan mata pelajaran seperti biologi, ekonomi, sosiologi, pariwisata, dan pemerintahan.
3. Penyelidikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan, mengumpul dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan.
4. Menghasilkan produk dan memamerkannya. Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk tersebut dapat berupa transkrip debat seperti pada pelajaran “Roots and wings”. Produk itu dapat juga berupa laporan, model fisik, video maupun program komputer. Karya nyata dan peragaan seperti yang akan dijelaskan kemudian, direncanakan oleh siswa untuk mendemonstrasikan kepada teman-temannya yang lain tentang apa yang mereka pelajari dan menyediakan suatu alternatif segar terhadap laporan tradisional atau makalah.
5. Kolaborasi. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan ketrampilan berfikir.

Manfaat Pengajaran Berdasarkan Masalah
Pengajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pengajaran berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri (Ibrahim, 2000: 7).
Menurut Sudjana manfaat khusus yang diperoleh dari metode Dewey adalah metode pemecahan masalah. Tugas guru adalah membantu para siswa merumuskan tugas-tugas, dan bukan menyajikan tugas-tugas pelajaran. Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi dari masalah yang ada di sekitarnya.

Menurut Ibrahim (2003: 15), di dalam kelas PBI, peran guru berbeda dengan kelas tradisional. Peran guru di dalam kelas PBI antara lain sebagai berikut: (1) Mengajukan masalah atau mengorientasikan siswa kepada masalah autentik, yaitu masalah kehidupan nyata sehari-hari; (2) Memfasilitasi/membimbing penyelidikan misalnya melakukan pengamatan atau melakukan eksperimen/percobaan; (3) Memfasilitasi dialog siswa; dan (4) Mendukung belajar siswa.

Pelaksanaan Pengajaran Berdasarkan Masalah
1. Tugas-tugas Perencanaan
Karena hakekat interaktifnya, model pengajaran berdasarkan masalah membutuhkan banyak perencanaan, seperti halnya model-model pembelajaran yang berpusat pada siswa lainnya.
a. Penetapan tujuan
Model pengajaran berdasarkan masalah dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan seperti keterampilan menyelidiki, memahami peran orang dewasa, dan membantu siswa menjadi pemelajar yang mandiri. Dalam pelaksanaanya pemelajaran berdasarkan masalah bisa saja diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
b. Merancang situasi masalah
Beberapa guru dalam pengajaran berdasarkan masalah lebih suka memberi kesempatan dan keleluasaan kepada siswa untuk memilih masalah yang akan diselidiki, karena cara ini dapat meningkatkan motivasi siswa. Situasi masalah yang baik seharusnya autentik, mengandung teka-teki, dan tidak didefinisikan secara ketat, memungkinkan kerjasama, bermakna bagi siswa, dan konsisten dengan tujuan kurikulum.
c. Organisasi sumber daya dan rencana logistik
Dalam pengajaran berdasarkan masalah siswa dimungkinkan berkerja dengan beragam material dan peralatan, dan dalam pelaksanaanya bisa dilakukan di dalam kelas, di perpustakaan, atau di laboratorium, bahkan dapat pula dilakukan di luar sekolah. Oleh karena itu tugas mengorganisasikan sumber daya dan merencanakan kebutuhan untuk penyelidikan siswa, haruslah menjadi tugas perencanaan yang utama bagi guru yang menerapkan pemelajaran berdasarkan pemecahan masalah.

2. Tugas Interaktif
a. Orientasi Siswa pada Masalah
Siswa perlu memahami bahwa tujuan pengajaran berdasarkan masalah adalah tidak untuk memperoleh informasi baru dalam jumlah besar, tetapi untuk melakukan penyelidikan terhadap masalah-masalah penting dan untuk menjadi pemelajar yang mandiri. Cara yang baik dalam menyajikan masalah untuk suatu materi pelajaran dalam pemelajaran berdasarkan masalah adalah dengan menggunakan kejadian yang mencengangkan dan menimbulkan misteri sehingga membangkitkan minat dan keinginan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.
b. Mengorganisasikan Siswa Untuk Belajar.
Pada model pengajaran berdasarkan masalah dibutuhkan pengembangan keterampilan kerjasama diantara siswa dan saling membantu untuk menyelidiki masalah secara bersama. Berkenaan dengan hal tersebut siswa memerlukan bantuan guru untuk merencanakan penyelidikan dan tugas-tugas pelaporan. Bagaimana mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif berlaku juga dalam mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok pengajaran berdasarkan masalah.

3. Membantu Penyelidikan Mandiri dan Kelompok
Guru membantu siswa dalam pengumpulan informasi dari berbagai sumber, siswa diberi pertanyaan yang membuat mereka berpikir tentang suatu masalah dan jenis informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa diajarkan untuk menjadi penyelidik yang aktif dan dapat menggunakan metode yang sesuai untuk masalah yang dihadapinya, siswa juga perlu diajarkan apa dan bagimana etika penyelidikan yang benar.
Guru mendorong pertukaran ide gagasan secara bebas dan penerimaan sepenuhnya gagasan-gagasan tersebut merupakan hal yang sangat penting dalam tahap penyelidikan dalam rangka pemelajaran berdasarkan masalah. Selama dalam tahap penyelidikan guru memberikan bantuan yang dibutuhkan siswa tanpa mengganggu aktifitas siswa. Puncak proyek-proyek pengajaran berdasarkan pemecahan masalah adalah penciptaan dan peragaan artifak seperti laporan, poster, model-model fisik, dan video tape.

4. Analisis dan Evaluasi Proses Pemecahan Masalah
Tugas guru pada tahap akhir pengajaran berdasarkan pemecahan masalah adalah membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri, dan keterampilan penyelidikan yang mereka gunakan.

Lingkungan Belajar dan Tugas-tugas Manajemen
Hal penting yang harus diketahui adalah bahwa guru perlu memiliki seperangkat aturan yang jelas agar supaya pemelajaran dapat berlangsung tertib tanpa gangguan, dapat menangani perilaku siswa yang menyimpang secara cepat dan tepat, juga perlu memiliki panduan mengenai bagaimana mengelola kerja kelompok.

Salah satu masalah yang cukup rumit bagi guru dalam pengelolaan pembelajaran yang menggunakan model pengajaran berdasarkan masalah adalah bagaimana menangani siswa baik individual maupun kelompok, yang dapat menyelesaikan tugas lebih awal maupun yang terlambat. Dengan kata lain kecepatan penyelesaian tugas tiap individu maupun kelompok berbeda-beda. Pada model pengajaran berdasarkan masalah siswa dimungkin untuk mengerjakan tugas multi (rangkap), dan waktu penyelesaian tugas-tugas tersebut dapat berbeda-beda.

Dalam model pengajaran berdasarkan masalah, guru sering menggunakan sejumlah bahan dan peralatan, dan hal ini biasanya dapat merepotkan guru dalam pengelolaannya. Oleh karena itu, untuk efektifitas kerja guru harus memiliki aturan dan prosedur yang jelas dalam pengelolaan, penyimpanan, dan pendistribusian bahan.

Selain itu yang tidak kalah pentingnya, guru harus menyampaikan aturan, tata krama, dan sopan santun yang jelas untuk mengendalikan tingkah laku siswa ketika mereka melakukan penyelidikan di luar kelas termasuk di dalamya ketika melakukan penyelidikan di masyarakat.

Asesmen dan Evaluasi
Seperti halnya dalam model pembelajaran kooperatif, dalam model pengajaran berdasarkan masalah fokus perhatian pembelajaran tidak pada perolehan pengetahuan deklaratif, oleh karena itu tugas penilaian tidak cukup bila penilaiannya hanya dengan tes tertulis atau tes kertas dan pensil (paper and pencil test). Teknik penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan model pengajaran berdasarkan masalah adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan siswa yang merupakan hasil penyelidikan mereka.

Tugas asesmen dan evaluasi yang sesuai untuk model pengajaran berdasarkan masalah terutama terdiri dari menemukan prosedur penilaian alternatif yang akan digunakan untuk mengukur pekerjaan siswa, misalnya dengan asesmen kinerja dan peragaan hasil. Asismen kinerja dapat berupa asesmen melakukan pengamatan, asesmen merumuskan pertanyaan, asesmen merumuskan sebuah hipotesa dan sebagainya.


DAFTAR PUSTAKA
Arends, Richardl. 1997. Classroom Instructional Management. New York: The Mc Graw-Hill Company.
Dahar, S. 1988. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Remaja Rosdakarya.
Depdiknas. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Depdiknas.
Ibrahim, M., dan Nur, M., 2000. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: University Press.
Nur, M. 1998. Teori-Teori Perkembangan Sosial dan Perkembangan Moral. Surabaya: Program Pascasarjana IKIP Surabaya.
Nur, M. 2001. Perkembangan Selama Anak-Anak dan Remaja. Surabaya: PSMS Program Pascasarjana Unesa.
Nur, M. dan Wikandari, P. R. 2000. Pengajaran Berpusat kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. Surabaya: PSMS Program Pascasarjana Unesa.
Slavin, R.E 1994. Educational Psychologi Theory, Research, and Practice, Fifth Edition. Massachusetts: Allyn and Bacon Publishers.
Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.. Prestasi Pustaka: Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar